Wanita Tua Pemantik Jiwa

Di Suatu Malam pada 6 Desember 2017

Di sampingku, tergeletak lemah tak berdaya seorang wanita tua. Ia merintih, seolah ingin menunjukkan rasa sakit yang telah ia kumpulkan sejak usia muda.

Tangannya kurus, aku memijati kaki keriputnya. Kuajak ia bicara, ia menjawab ala kadarnya saja. 

Aku semakin hanyut dengan suanana itu. Ia bercerita, “mungkin ini sudah saatnya tubuhku merasakan kelelahan luar biasa ndok (panggilan anak perempuan dalam bahasa Jawa). Ia memang sering memanggilku dengan sebutan itu.

Nada suaranya semakin rendah dan agak serak basah. “Aku telah menyekolahkan anak-anak yatimku, aku yang bekerja keras menyekolahkan mereka sampai jadi sarjana.” Ucapnya sambil mengusap rambut putih yang terurai panjang di ranjang.

Ia sudah menjadi janda semenjak kematian suaminya, di kala itu pula ketiga anaknya masih kecil dan butuh biaya pendidikan. Untung saja ia adalah perempuan yang gigih dan pantang menyerah. Segala tenaga ia kerahkan, siang malam memutar otak supaya kehidupan keluarganya kecukupan.

Wanita itu menatapku dalam-dalam. Ia berkaca-kaca seakan ingin mencurahkan seluruh isi hatinya kepadaku. “Aku sampai tidak sempat melanjutkan kuliah demi anak-anakku. Tidak seperti teman-temanku dulu yang melanjutkan kuliah sampai tuntas, mereka lebih tinggi derajatnya di mata masyarakat. Tidak seperti aku.” Aku membatin, sepertinya ia sangat meratapi nasibnya yang tidak semujur teman-temannya.

Aku masih setia mendengarkan kisah dari wanita itu. Ya, hanya diam dan tersenyum saja. Dalam hati aku berkata, betapa aku harus bersyukur, saat ini aku bisa melanjutkan pendidikan. 

Kuliah memang tidak menjamin kehidupan masa tua. Tapi aku memiliki keyakinan yang besar bahwa kehidupan akan lebih baik saat seseorang sadar dirinya harus selalu belajar, baik formal maupun nonformal. 

Memberdayakan potensi diri yang diberikan oleh Tuhan seperti organ, akal, dan indra. Menempa diri tanpa rasa bosan, terus membuat pencapaian. Begitu kata Guruku, Bapak Kiai Tanjung. 

Aku pun rasanya jadi semakin semangat untuk berjuang, sampai aku tidak sadar kalau aku sudah berada di puncak. 

Di usia 21 tahun ini, aku jadi tambah bersyukur karena masih punya kesempatan yang besar untuk menyerap ilmu. Aku bersyukur masih memiliki orangtua yang utuh. Mereka juga masih sanggup membiayai seluruh biaya hidupku selama kuliah. Aku memiliki peluang yang besar untuk memberi manfaat bagi sesama.

Rasanya pertemuan malam ini harus aku akhiri, karena hari sudah larut malam. Akhirnya saat wanita itu usai bercerita, aku pun menanggapi dengan rasa haru. 

Bagiku, ia adalah wanita hebat! Ia berkorban untuk masa depan anaknya. Aku begitu kagum, semua anaknya sukses dan mapan secara financial. Ia hebat karena ia dapat berjuang sendiri tanpa sosok suami. Kini usianya hampir se-abad. Adalah waktu yang sangat lama untuk menahan derita dari sebuah kehidupan.

Pertemuan malam ini akan kujadikan pemantik jiwa bagi hati yang gulana.

1 comment:

  1. Bagus... kehidupan memang harus terus dijalani, dengan tujuan yang tepat dan niat yang tepat... demi sebuah capaian yang luar biasa" lebih dari sekadar sukses secara duniawi...

    sukses terus... ;-)

    ReplyDelete